Jakarta, CNBC Indonesia – Harga gas alam di Eropa mengalami lonjakan yang signifikan akibat potensi gangguan pasokan global gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) dari Australia. Lonjakan harga gas diharapkan bisa ikut mengerek harga batu bara yang menjadi pesaingnya.
Kenaikan harga gas alam membuat khawatir pelaku pasar yang semula melakukan pertaruhan kejatuhan harga atau short sell. Mereka kemudian memaksa untuk melakukan penutupan atau melakukan pembelian. Adanya penutupan transaksi short sell menyebabkan harga gas semakin melonjak signifikan.
Harga gas alam di pasar Eropa, terutama gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR), telah mencapai level psikologis dengan hampir menyentuh angka 40 euro. Data dari Refinitiv mencatat bahwa harga gas alam telah melonjak sebanyak 28,19%, mencapai angka 39,82 euro per mega-watt hour (MWh).
Harga gas mulai mendingin hari ini. Pada Kamis (10/8/2023) pukul 15:28 WIB, harga gas alam Eropa sudah anjlok 7,65% ke 36,77 euro/MWh.
Masalah utama dalam pasokan gas ini dipicu oleh laporan tentang rencana aksi mogok yang dilakukan oleh para pekerja di kilang LNG Australia milik Chevron dan Woodside.
Pekerja memprotes demi mendapatkan gaji yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik. Meskipun stok gas di penyimpanan Uni Eropa (UE) meningkat mendekati kapasitas maksimalnya, krisis energi yang telah menghantui benua ini selama hampir dua tahun belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Akibatnya, pasar tetap gelisah terhadap kerentanan pasokan gas alam.
Meskipun pasokan LNG dari Australia jarang langsung mengalir ke Eropa, UE semakin bergantung pada kargo LNG dari lintas laut global sebagai pengganti pasokan gas alam dari Rusia yang telah dikurangi akibat konflik di Ukraina.
Menurut analis yang dikutip dari Financial Times, pasar tetap berhati-hati terhadap potensi gangguan pasokan meskipun harga saat ini masih lebih rendah secara substansial dibandingkan dengan puncak musim panas sebelumnya.
Pemangkasan pasokan gas alam dari Rusia sebelumnya telah mendorong harga gas alam mencapai rekor tertinggi di atas 340 euro/MWh.
Lonjakan harga serupa telah terjadi beberapa kali tahun ini, terutama karena pemangkasan gas dari Rusia. Harga gas alam cenderung stabil seiring dengan pemulihan permintaan dan penawaran serta kedatangan musim dingin tahun lalu yang tak seburuk proyeksi.
Bank Wall Street juga memperingatkan bahwa harga gas alam di Eropa berpotensi melonjak pada Januari dan mencapai 62 euro/MWh jika pemogokan di Australia berlangsung hingga awal musim dingin atau lebih lama. Situasi ini dapat memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi dan pasar energi di Eropa.
Bagaimana dampaknya ke harga batu bara?
Lonjakan harga gas berimbas positif kepada harga batu bara yang menjadi pesaingnya. Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak September naik 2% ditutup di posisi US$ 148,25 per ton.
Harga batu bara sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga gas alam sejak Perang Rusia-Ukraina meletus Februari lalu. Pasalnya, Eropa yang menggantungkan sekitar 45% energinya kepada Rusia memilih untuk melakukan embargo impor setelah perang. Eropa pun beralih ke batu bara sehingga harga batu bara ikut melesat.
Contoh paling nyata adalah pada September 2022. Harga batu bara mencetak rekor pada 5 September di posisi US$ 463,75 per ton setelah Rusia menegaskan sikapnya jika mereka tidak akan memasok gas ke Eropa secara penuh jika sanksi kepada mereka belum dicabut.
Pernyataan Kremlin tersebut langsung melambungkan harga gas Eropa. Harga gas Eropa langsung melambung 30% sehari dan 400% setahun menjadi sekitar 272 euro per megawatt hour (MWh). Batu bara yang menjadi alternatif gas alam pun ikut terbang.
Selain harga gas, gangguan pasokan membuat proyeksi harga batu bara yang relatif masih tinggi saat ini akan bertahan panjang. International Energy Agency (IEA) memperkirakan pada Juli 2023 harga batu bara masih akan bertahan di kisaran US$ 100-150 per ton hingga tahun 2026.
Perkiraan harga tinggi juga datang dari Trading Economics (TE) yang memproyeksi harga batu bara di US$ 141,55 per ton pada akhir kuartal ini. Secara jangka panjang, TE memperkirakan batu bara akan diperdagangkan di US$ 159,60 dalam waktu 12 bulan ke depan.
Sebagai tambahan, sisi permintaan juga berpotensi kembali bergairah seiring kenaikan suku bunga sudah berada di fase akhir.
Melansir Reuters, IEA mengatakan Krisis energi yang sedang berlangsung dan penurunan ekonomi diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan permintaan listrik global pada 2023 dan akan rebound pada 2024.
Tingkat pertumbuhan global untuk konsumsi energi akan melambat menjadi kurang dari 2% pada 2023, turun dari 2,3% pada 2022, yang juga turun dari rata-rata lima tahun sebelum Covid-19 sebesar 2,4%.
Angka tersebut diperkirakan akan naik menjadi 3,3% pada 2024 karena prospek ekonomi membaik, menurut data IEA.
Dengan situasi pasokan komoditas energi yang rapuh dan harga yang terus naik, berbagai negara khususnya yang berada di Uni Eropa menghadapi tantangan yang serius dalam menjaga kestabilan pasokan energi dan mengendalikan dampak ekonomi yang mungkin terjadi.
Dan lagi, permintaan yang berpotensi menguat akan menjadi faktor harga energi dapat bertahan tinggi dalam jangka panjang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Terima Kasih China, Batu Bara To The Moon
(mza/mza)
Quoted From Many Source