PADA pagi 1 Oktober 1965, Menteri/Panglima Perang (Menpangad) Letjen. Jenderal. SIAPA Ahmad Yani mati. Tercatat tujuh butir peluru masuk ke tubuh Jenderal Yani akibat penyerangan kelompok Tjakrabirawa dan pemuda setempat.
Sehari sebelumnya, tepatnya 30 September 1965, anak-anak Jenderal Yani seolah tak mendapat informasi sama sekali. Seperti biasa, Jenderal Yani menanyakan keberadaan ibunya.
“Ibu Nandi (Ibu di mana),” tanyanya.
“Ibu kami di dapur, sedang memasak,” jawab anak-anaknya serempak, seperti tertulis dalam buku ‘Tujuh Prajurit TNI Gugur: 1 Oktober 1965’.
Kegiatan pada sore hari dilanjutkan dengan diskusi khusus di ruang keluarga, ketika mereka diberitahu bahwa anaknya tidak perlu bersekolah pada tanggal 5 Oktober yang merupakan hari jadi TNI.
“Mengko tanggal 5 Oktober kita semua pak. Saksikan Parade di Istana. Kabeh rindu sekolah wae (Nanti tanggal 5 Oktober semua ikut bersamanya. Terlihat jelek di Istana. Semua bolos sekolah saja), kata Jenderal Yani.
Sontak anak-anak Jendral Yani bergembira. Perbincangan jenaka di bar kecil di rumahnya, Jalan Lembang No. 58, Jakarta Pusat terus berlanjut hingga tangan Jenderal Yani menyentuh botol parfum hingga isinya terjatuh.
Kapten menaruh parfum pada anak-anaknya.
“Mama bertanya siapa aku, aku tidak tahu siapa aku.” (Kalau ditanya dari mana wanginya didapat, katanya dari bapaknya),” kata Jenderal Yani sambil bercanda.
Usai makan siang bersama, Jenderal Yani kembali meninggalkan rumah untuk bermain golf bersama Bob Hasan. Sore harinya, Jenderal Yani kembali ke rumah dan menyapa banyak temannya, putra-putra Jenderal Yani dari Akademi Militer Nasional (AMN).
“Anak-anak saya paling bahagia bersamanya. Tolong bicaralah dengan adik-adikmu!” Ucap Jendral Yani kemudian pergi ke ruang tamu menemui banyak rekannya.
Ikuti Berita Okezone di berita Google
Konten di bawah ini disajikan oleh Pengiklan. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam konten ini.
Quoted From Many Source